Kumpulan Naskah Khutbah Idul Adha Tema Qurban
Kumpulan Naskah Khutbah Idul Adha Tema Qurban - Pada kesempatan ini kami akan memberikan 2 contoh naskah untuk khutbah idul adha dengan tema qurban, khutbah idul adha yang pertama berjudul "Belajar dari Ibadah Qurban dan Haji" dan yang kedua berjudul "khutbah idul adha memaknai arti qurban". Langsung saja simak contoh naskah dibawah ini :
Khutbah Idul Adha: Belajar dari Ibadah Qurban dan Haji
Kita bisa menarik pelajaran dari ibadah haji dan qurban berikut ini. Baca dari naskah khutbah Idul Adha berikut ini.
Oleh: Muhammad Abduh Tuasikal, S.T., M.Sc.
(Pimpinan Pesantren Darush Sholihin, Panggang, Gunungkidul)
الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي هَدَانَا لِهَذَا وَمَا كُنَّا لِنَهْتَدِيَ لَوْلَا أَنْ هَدَانَا اللَّهُ لَقَدْ جَاءَتْ رُسُلُ رَبِّنَا بِالْحَقِّ وَنُودُوا أَنْ تِلْكُمُ الْجَنَّةُ أُورِثْتُمُوهَا بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ
أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ.
اَللَّهُمّ صَلّ وَسَلّمْ عَلى سيدنا مُحَمّدٍ وَعَلى آلِهِ وِأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدّيْن
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ
يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا
يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا أَمَّا بَعْدُ
اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ وَللهِ الحَمْدُ
Allahu akbar, Allahu akbar, laa ilaaha illallah wallahu akbar. Allahu akbar walillahil hamd. (artinya: Allah Maha Besar, Allah Maha Besar, tidak ada sesembahan yang berhak disembah selain Allah dan Allah Maha Besar. Allah Maha Besar, segala puji bagi-Nya).
Amma ba’du …
Ma’asyiral muslimin jama’ah shalat ‘Ied yang semoga senantiasa dirahmati oleh Allah Ta’ala,
Kita bersyukur pada Allah atas nikmat dan karunia yang telah Allah berikan pada kita. Allah masih memberikan kita nikmat sehat, umur panjang serta kesempatan untuk menghadiri shalat Idul Adha pada tahun ini. Mudah-mudahan kita dapat mensyukuri nikmat-nikmat yang ada dengan meningkatkan ketakwaan pada Allah Ta’ala.
Shalawat dan salam semoga tercurah kepada junjungan kita, Nabi besar, Nabi agung, Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai panutan dan suri tauladan kita, begitu pula pada keluarga dan sahabatnya serta yang mengikuti beliau dengan baik hingga akhir zaman.
اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ وَللهِ الحَمْدُ
Ma’asyiral muslimin rahimanii wa rahimakumullah,
Ada dua ibadah yang kita temui pada perayaan Idul Adha, yaitu ibadah qurban dan ibadah haji.
Ada beberapa hal yang bisa kita gali dari ibadah qurban yang kita jalankan tahun ini, juga ada beberapa pelajaran dari ibadah haji yang dijalankan oleh saudara-saudara kita di tanah suci.
Di khutbah Idul Adha kali ini, kami akan menyebutkan lima pelajaran dari dua ibadah tersebut.
1- Belajar untuk ikhlas
Dari ibadah qurban yang dituntut adalah keikhlasan dan ketakwaan, itulah yang dapat menggapai ridha Allah. Daging dan darah itu bukanlah yang dituntut, namun dari keikhlasan dalam berqurban. Allah Ta’ala berfirman,
لَنْ يَنَالَ اللَّهَ لُحُومُهَا وَلَا دِمَاؤُهَا وَلَكِنْ يَنَالُهُ التَّقْوَى مِنْكُمْ
“Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya.” (QS. Al-Hajj: 37)
Untuk ibadah haji pun demikian, kita diperintahkan untuk ikhlas, bukan cari gelar dan cari sanjungan. Dari Abu Hurairah, ia berkata bahwa ia mendengar Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ حَجَّ لِلَّهِ فَلَمْ يَرْفُثْ وَلَمْ يَفْسُقْ رَجَعَ كَيَوْمِ وَلَدَتْهُ أُمُّهُ
“Siapa yang berhaji karena Allah lalu tidak berkata-kata seronok dan tidak berbuat kefasikan maka dia pulang ke negerinya sebagaimana ketika dilahirkan oleh ibunya.” (HR. Bukhari, no. 1521).
Ini berarti berqurban dan berhaji bukanlah ajang untuk pamer amalan dan kekayaan, atau riya’.
اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ وَللهِ الحَمْدُ
2- Belajar untuk mengikuti tuntunan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
Dalam berqurban ada aturan atau ketentuan yang mesti dipenuhi. Misalnya, mesti dihindari cacat yang membuat tidak sah (buta sebelah, sakit yang jelas, pincang, atau sangat kurus) dan cacat yang dikatakan makruh (seperti sobeknya telinga, keringnya air susu, ekor yang terputus). Umur hewan qurban harus masuk dalam kriteria yaitu hewan musinnah, untuk kambing minimal 1 tahun dan sapi minimal dua tahun. Waktu penyembelihan pun harus sesuai tuntunan dilakukan setelah shalat Idul Adha, tidak boleh sebelumnya. Kemudian dalam penyaluran hasil qurban, jangan sampai ada maksud untuk mencari keuntungan seperti dengan menjual kulit atau memberi upah pada tukang jagal dari sebagian hasil qurban. Jika ketentuan di atas dilanggar di mana ketentuan tersebut merupakan syarat, hewan yang disembelih tidaklah disebut qurban, namun disebut daging biasa.
Al Bara’ bin ‘Azib radhiyallahu ‘anhu menuturkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyampaikan khutbah kepada para sahabat pada hari Idul Adha setelah mengerjakan shalat Idul Adha. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ صَلَّى صَلاَتَنَا وَنَسَكَ نُسُكَنَا فَقَدْ أَصَابَ النُّسُكَ ، وَمَنْ نَسَكَ قَبْلَ الصَّلاَةِ فَإِنَّهُ قَبْلَ الصَّلاَةِ ، وَلاَ نُسُكَ لَهُ
“Siapa yang shalat seperti shalat kami dan menyembelih kurban seperti kurban kami, maka ia telah mendapatkan pahala kurban. Barangsiapa yang berkurban sebelum shalat Idul Adha, maka itu hanyalah sembelihan yang ada sebelum shalat dan tidak teranggap sebagai kurban.”
Abu Burdah yang merupakan paman dari Al Bara’ bin ‘Azib dari jalur ibunya berkata,
يَا رَسُولَ اللَّهِ ، فَإِنِّى نَسَكْتُ شَاتِى قَبْلَ الصَّلاَةِ ، وَعَرَفْتُ أَنَّ الْيَوْمَ يَوْمُ أَكْلٍ وَشُرْبٍ ، وَأَحْبَبْتُ أَنْ تَكُونَ شَاتِى أَوَّلَ مَا يُذْبَحُ فِى بَيْتِى ، فَذَبَحْتُ شَاتِى وَتَغَدَّيْتُ قَبْلَ أَنْ آتِىَ الصَّلاَةَ
“Wahai Rasulullah, aku telah menyembelih kambingku sebelum shalat Idul Adha. Aku tahu bahwa hari itu adalah hari untuk makan dan minum. Aku senang jika kambingku adalah binatang yang pertama kali disembelih di rumahku. Oleh karena itu, aku menyembelihnya dan aku sarapan dengannya sebelum aku shalat Idul Adha.”
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun berkata,
شَاتُكَ شَاةُ لَحْمٍ
“Kambingmu hanyalah kambing biasa (yang dimakan dagingnya, bukan kambing kurban).” (HR. Bukhari no. 955)
Begitu pula dalam ibadah haji hendaklah sesuai tuntunan, tidak bisa kita beribadah asal-asalan. Karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لِتَأْخُذُوا مَنَاسِكَكُمْ فَإِنِّى لاَ أَدْرِى لَعَلِّى لاَ أَحُجُّ بَعْدَ حَجَّتِى هَذِهِ
“Ambillah dariku manasik-manasik kalian, karena sesungguhnya aku tidak mengetahui, mungkin saja aku tidak berhaji setelah hajiku ini.” (HR. Muslim no. 1297, dari Jabir).
Ini menunjukkan bahwa ibadah qurban dan haji serta ibadah lainnya mesti didasari ilmu. Jika tidak, maka sia-sialah ibadah tersebut.
اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ وَللهِ الحَمْدُ
3- Belajar untuk sedekah harta
Dalam ibadah qurban, kita diperintahkan untuk belajar bersedekah, begitu pula haji. Karena saat itu, hartalah yang banyak diqurbankan. Apakah benar kita mampu mengorbankannya? Padahal watak manusia sangat cinta sekali pada harta.
Ingatlah, harta semakin dikeluarkan dalam jalan kebaikan dan ketaatan akan semakin berkah. Sehingga jangan pelit untuk bersedekah karena tidak pernah kita temui pada orang yang berqurban dan berhaji yang mengorbankan jutaan hartanya jadi bangkrut.
Ingat Allah Ta’ala berfirman,
وَمَا أَنْفَقْتُمْ مِنْ شَيْءٍ فَهُوَ يُخْلِفُهُ وَهُوَ خَيْرُ الرَّازِقِينَ
“Dan barang apa saja yang kamu nafkahkan, maka Allah akan menggantinya dan Dia-lah Pemberi rezki yang sebaik-baiknya.” (QS. Saba’: 39).
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda pula,
مَا نَقَصَتْ صَدَقَةٌ مِنْ مَالٍ
“Sedekah tidaklah mengurangi harta.” (HR. Muslim, no. 2588; dari Abu Hurairah)
Imam Nawawi berkata, “Kekurangan harta bisa ditutup dengan keberkahannya atau ditutup dengan pahala di sisi Allah.” (Syarh Shahih Muslim, 16: 128).
اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ وَللهِ الحَمْدُ
4- Belajar untuk meninggalkan larangan walau sementara waktu
Dalam ibadah qurban ada larangan bagi shahibul qurban yang mesti ia jalankan ketika telah masuk 1 Dzulhijjah hingga hewan qurban miliknya disembelih. Walaupun hikmah dari larangan ini tidak dinashkan atau tidak disebutkan dalam dalil, namun tetap mesti dijalankan karena sifat seorang muslim adalah sami’na wa atho’na, yaitu patuh dan taat.
Dari Ummu Salamah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا رَأَيْتُمْ هِلاَلَ ذِى الْحِجَّةِ وَأَرَادَ أَحَدُكُمْ أَنْ يُضَحِّىَ فَلْيُمْسِكْ عَنْ شَعْرِهِ وَأَظْفَارِهِ
“Jika kalian telah menyaksikan hilal Dzulhijjah (maksudnya telah memasuki 1 Dzulhijjah, -pen) dan kalian ingin berqurban, maka hendaklah shohibul qurban tidak memotong rambut dan kukunya.” (HR. Muslim no. 1977).
Lebih-lebih lagi dalam ibadah haji dan umrah, saat berihram jamaah tidak diperkenankan mengenakan wewangian, memotong rambut dan kuku, mengenakan baju atau celana yang membentuk lekuk tubuh (bagi pria), tidak boleh menutup kepala serta tidak boleh mencumbu istri hingga menyetubuhinya.
Dari ‘Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata bahwa ada seseorang yang berkata pada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
يَا رَسُولَ اللَّهِ مَا يَلْبَسُ الْمُحْرِمُ مِنَ الثِّيَابِ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – « لاَ يَلْبَسُ الْقُمُصَ وَلاَ الْعَمَائِمَ وَلاَ السَّرَاوِيلاَتِ وَلاَ الْبَرَانِسَ وَلاَ الْخِفَافَ ، إِلاَّ أَحَدٌ لاَ يَجِدُ نَعْلَيْنِ فَلْيَلْبَسْ خُفَّيْنِ ، وَلْيَقْطَعْهُمَا أَسْفَلَ مِنَ الْكَعْبَيْنِ ، وَلاَ تَلْبَسُوا مِنَ الثِّيَابِ شَيْئًا مَسَّهُ الزَّعْفَرَانُ أَوْ وَرْسٌ »
“Wahai Rasulullah, bagaimanakah pakaian yang seharusnya dikenakan oleh orang yang sedang berihram (haji atau umrah, -pen)?”
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidak boleh mengenakan kemeja, sorban, celana panjang kopiah dan sepatu, kecuali bagi yang tidak mendapatkan sandal, maka dia boleh mengenakan sepatu. Hendaknya dia potong sepatunya tersebut hingga di bawah kedua mata kakinya. Hendaknya dia tidak memakai pakaian yang diberi za’faran dan wars (sejenis wewangian, -pen).” (HR. Bukhari no. 1542)
Larangan di atas adalah ujian apakah kita mampu menahan diri dari larangan walau sementara waktu. Bagaimana lagi untuk waktu yang lama?
اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ وَللهِ الحَمْدُ
5- Belajar untuk rajin berdzikir
Dalam ibadah qurban diwajibkan membaca bismillah dan disunnahkan untuk bertakbir saat menyembelih qurban.
Dari Anas radhiyallahu ‘anhu, ia berkata,
ضَحَّى النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – بِكَبْشَيْنِ أَمْلَحَيْنِ ، فَرَأَيْتُهُ وَاضِعًا قَدَمَهُ عَلَى صِفَاحِهِمَا يُسَمِّى وَيُكَبِّرُ ، فَذَبَحَهُمَا بِيَدِهِ .
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah berqurban (pada Idul Adha) dengan dua kambing yang gemuk. Aku melihat beliau menginjak kakinya di pangkal leher dua kambing itu. Lalu beliau membaca bismillah dan bertakbir, kemudian beliau menyembelih keduanya dengan tangannya.” (HR. Bukhari, no. 5558)
Sejak sepuluh hari pertama Dzulhijjah, kita pun sudah diperintahkan untuk banyak bertakbir. Allah Ta’ala berfirman,
وَيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ فِي أَيَّامٍ مَعْلُومَاتٍ
“Dan supaya mereka menyebut nama Allah pada hari yang telah ditentukan.” (QS. Al Hajj: 28). ‘Ayyam ma’lumaat’ menurut salah satu penafsiran adalah sepuluh hari pertama Dzulhijjah.
Dalam ayat lain disebutkan,
وَاذْكُرُوا اللَّهَ فِي أَيَّامٍ مَعْدُودَاتٍ فَمَنْ تَعَجَّلَ فِي يَوْمَيْنِ فَلَا إِثْمَ عَلَيْهِ وَمَنْ تَأَخَّرَ فَلَا إِثْمَ عَلَيْهِ لِمَنِ اتَّقَى وَاتَّقُوا اللَّهَ وَاعْلَمُوا أَنَّكُمْ إِلَيْهِ تُحْشَرُونَ
“Dan berzikirlah (dengan menyebut) Allah dalam beberapa hari yang terbilang.” (QS. Al Baqarah: 203). Ibnu ‘Umar dan ulama lainnya mengatakan bahwa ayyamul ma’dudat adalah tiga hari tasyriq. Ini menunjukkan adanya perintah berdzikir di hari-hari tasyriq.
Imam Bukhari rahimahullah menyebutkan,
Ibnu ‘Abbas berkata, “Berdzikirlah kalian pada Allah di hari-hari yang ditentukan yaitu 10 hari pertama Dzulhijah dan juga pada hari-hari tasyriq.” Ibnu ‘Umar dan Abu Hurairah pernah keluar ke pasar pada sepuluh hari pertama Dzulhijah, lalu mereka bertakbir, lantas manusia pun ikut bertakbir. Muhammad bin ‘Ali pun bertakbir setelah shalat sunnah. (Dikeluarkan oleh Bukhari tanpa sanad (mu’allaq), pada Bab “Keutamaan beramal di hari tasyriq”)
Ibadah thawaf, sa’i dan melempar jumrah pun dilakukan dalam rangka berdzikir pada Allah. Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّمَا جُعِلَ الطَّوَافُ بِالْبَيْتِ وَبَيْنَ الصَّفَا وَالْمَرْوَةِ وَرَمْىُ الْجِمَارِ لإِقَامَةِ ذِكْرِ اللَّهِ
“Sesungguhnya thawaf di Ka’bah, melakukan sa’i antara Shafa dan Marwah dan melempar jumrah adalah bagian dari dzikrullah (dzikir pada Allah).” (HR. Abu Daud, no. 1888; Tirmidzi, no. 902; Ahmad, 6: 46. Imam Tirmidzi mengatakan hadits ini hasan shahih. Syaikh Al-Albani dan Syaikh Syu’aib Al-Arnauth mengatakan bahwa hadits ini dha’if)
Di hari-hari tasyriq, kita pun diperintahkan untuk membaca doa sapu jagad. Allah Ta’ala berfirman,
فَإِذَا قَضَيْتُمْ مَنَاسِكَكُمْ فَاذْكُرُوا اللَّهَ كَذِكْرِكُمْ آبَاءَكُمْ أَوْ أَشَدَّ ذِكْرًا فَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَقُولُ رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا وَمَا لَهُ فِي الآخِرَةِ مِنْ خَلاقٍ, وَمِنْهُمْ مَنْ يَقُولُ رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
“Apabila kamu telah menyelesaikan ibadah hajimu, maka berzikirlah (dengan menyebut) Allah, sebagaimana kamu menyebut-nyebut (membangga-banggakan) nenek moyangmu, atau (bahkan) berzikirlah lebih banyak dari itu. Maka di antara manusia ada orang yang berdoa: “Ya Tuhan kami, berilah kami (kebaikan) di dunia”, dan tiadalah baginya bahagian (yang menyenangkan) di akhirat. Dan di antara mereka ada orang yang berdoa: “Robbana aatina fid dunya hasanah wa fil akhiroti hasanah wa qina ‘adzaban naar” [Ya Rabb kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka].” (QS. Al Baqarah: 200-201)
Dari ayat ini kebanyakan ulama salaf menganjurkan membaca do’a “Robbana aatina fid dunya hasanah wa fil akhiroti hasanah wa qina ‘adzaban naar” di hari-hari tasyriq. Sebagaimana hal ini dikatakan oleh ‘Ikrimah dan ‘Atha’. (Lihat Latha-if Al-Ma’arif, hlm. 505-506).
Ini semua mengajarkan pada kita untuk rajin berdzikir.
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ بُسْرٍ رضى الله عنه أَنَّ رَجُلاً قَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ شَرَائِعَ الإِسْلاَمِ قَدْ كَثُرَتْ عَلَىَّ فَأَخْبِرْنِى بِشَىْءٍ أَتَشَبَّثُ بِهِ. قَالَ « لاَ يَزَالُ لِسَانُكَ رَطْبًا مِنْ ذِكْرِ اللَّهِ »
Dari ‘Abdullah bin Busr radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa ada seseorang yang berkata pada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Wahai Rasulullah, syariat Islam sungguh banyak dan membebani kami. Beritahukanlah padaku suatu amalan yang aku bisa konsisten dengannya. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pun bersabda, “Hendaklah lisanmu tidak berhenti dari berdzikir pada Allah.” (HR. Tirmidzi, no. 3375; Ibnu Majah, no. 3793; Ahmad, 4: 188. Hadits ini shahih menurut Syaikh Al Albani).
Mudah-mudahan lima pelajaran di atas berharga bagi kita semua.
Marilah kita tutup khutbah ied ini dengan do’a. Moga Allah mengabulkan setiap do’a kita.
اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَالْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ الأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعَوَاتِ
اللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ أَنَّا نَشْهَدُ أَنَّكَ أَنْتَ اللَّهُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ الأَحَدُ الصَّمَدُ الَّذِى لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ وَلَمْ يَكُنْ لَهُ كُفُوًا أَحَدٌ
رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِيْنَ سَبَقُوْنَا بِالْإِيْمَانِ وَلَا تَجْعَلْ فِيْ قُلُوْبِنَا غِلًّا لِلَّذِيْنَ آمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ
اللَّهُمَّ أَلِّفْ بَيْنَ قُلُوبِنَا، وَأَصْلِحْ ذَاتَ بَيْنِنَا، وَاهْدِنَا سُبُلَ السَّلَامِ، وَنَجِّنَا مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ، وَجَنِّبْنَا الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ، وَبَارِكْ لَنَا فِي أَسْمَاعِنَا، وَأَبْصَارِنَا، وَقُلُوبِنَا، وَأَزْوَاجِنَا، وَذُرِّيَّاتِنَا، وَتُبْ عَلَيْنَا إِنَّكَ أَنْتَ التَّوَّابُ الرَّحِيمُ، وَاجْعَلْنَا شَاكِرِينَ لِنِعَمِكَ مُثْنِينَ بِهَا عَلَيْكَ، قَابِلِينَ لَهَا، وَأَتِمِمْهَا عَلَيْنَا
اَللَّهُمَّ أَصْلِحْ وُلَاةَ أُمُوْرِنَا، اَللَّهُمَّ وَفِّقْهُمْ لِمَا فِيْهِ صَلَاحُهُمْ وَصَلَاحُ اْلإِسْلَامِ وَالْمُسْلِمِيْنَ، اَللَّهُمَّ أَعِنْهُمْ عَلَى الْقِيَامِ بِمَهَامِهِمْ كَمَا أَمَرْتَهُمْ يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ. اَللَّهُمَّ أَبْعِدْ عَنْهُمْ بِطَانَةَ السُّوْءِ وَالْمُفْسِدِيْنَ وَقَرِّبْ إِلَيْهِمْ أَهْلَ الْخَيْرِ وَالنَّاصِحِيْنَ يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ اَللَّهُمَّ أَصْلِحْ وُلَاةَ أُمُوْرِ الْمُسْلِمِيْنَ فِيْ كُلِّ مَكَانٍ
رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِيْنَ إِمَامًا
رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
وَصَلَّى اللهُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ و َمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدّيْن
وَآخِرُ دَعْوَانَا أَنِ الْحَمْدُ لله رَبِّ الْعَالَمِيْنَ
—
Selamat Hari Raya Idul Adha
Taqabbalallahu minna wa minkum shiyamanaa wa shiyamakum, kullu ‘aamin wa antum bi kheir, minal ‘aidin wal faizin
Materi Khutbah Idul Adha Memaknai Arti Qurban
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الله أكبر، الله أكبر، الله أكبر
الله أكبر، الله أكبر، الله أكبر
الله أكبر، الله أكبر، الله أكبر
الله أكبر، الله أكبر، الله أكبر
الله أكبر، الله أكبر، الله أكبر
الله أكبر كبيرا والحمد لله كثيرا وسبحان الله بكرة وأصيلا لا اله الا الله الله أكبر، الله أكبر ولله الحمد
الحمد لله الذى جعل هذا اليوم من أعظم الأيّام ضيافة للأنام وجعله من شعاءر الإسلام.
اشهد ان لاإله الا الله وحده لا شريك له و أشهد أنّ سيّدنا محمدا عبده ورسوله خاتم النّبيّين رحمة للـمؤمنين وحجّة للجاهدين. اللهمّ صليّ على سيّدنا محمد صلى الله عليه فى الأوّلين والآخرين وعلى آله والطّيّبين الطّاهرين وسلّم تسليمًا كثيرا.
أمّا بعد، ايّها النّاس أوصيكم ونفسي بتقوى الله وكونوا مع الصّادقين والـمخلصين. إعلموا أنّ هذا اليوم يوم عظيم لقد سرّفه الله بالتّضحيّة لقوله تعالى: إنّا أعطيناك الكوثر، فصلّ لربّك وانحــر، إنّ شانئك هو الأبتر. (الكوثر:1-3)
Ikhwân al-Muslimîn jama’ah ‘Id al-Adha rahimakumullah
Dalam suasana gembira merayakan hari raya ‘iedul adha, kita semua kembali berkumpul bersama-sama di tempat ini melantunkan takbir dan tahmid sebagai ungkapan rasa syukur serta terima kasih kita kehadirat Allah Swt, Kita mengagungkan dan memuji asma Allah, Tuhan yang Maha Agung lagi Maha Pengasih dan Maha Penyayang.
الله اكبر ، الله اكبر ، الله اكبر، أكبر و لله الحمد
Dengan menghayati kalimat takbir dan tahmid ini akan tehunjam pengertian dan pemahaman ke relung hati kita masing-masing yang lebih dalam betapa kecil dan kerdilnya kita sebagai manusia berhadapan dengan kebesaran serta kekuasaan Allah Swt. Oleh karena itu, kearogansian, kesombongan, kepongahan, ketakaburran yang disebabkan oleh kekuasaan, jabatan, kedudukan dan harta, kita campakkan sebab semuanya itu semu serta tidak abadi sama dengan kefanaan alam termasuk di dalamnya manusia itu sendiri yang kedudukannya sebagai elemen terkecil dari seluruh sistem alam.
Marilah kita membuka mata, telinga dan hati kita, menyaksikan salah satu tanda kebesaran dan kekuasaan Allah, sekaligus satu perumpamaan yang sangat besar. Marilah kita melihat bagaimana umat Islam yang telah kembali kepada fitrahnya menuju ke tempat dilaksanakannya Salat ‘Id seraya mengingat akan suatu hari di mana semua manusia sejak Nabi Adam as. hingga manusia yang terakhir diciptakan Allah akan dikumpulkan pada suatu hari yang oleh Allah di dalam al-Qur’ân disebut yawmun lâ yanfa’ mâl walâ banun, illa man atâ Allah bi qalb salîm (hari yang ketika harta dan anak-anak tidak memberi manfaat lagi, kecuali orang yang datang menghadap Allah dengan hati yang tenang).
الله أكبر، الله أكبر، أكبر ولله الحمد
Hari ini adalah hari yang teristimewa, dimana Allah Swt, menamakannya sebagai hari raya haji atau hari raya qurban. Karena pada saat ini, jutaan umat Islam yang berasal dari seluruh penjuru dunia sedang lebur dan tenggelam dalam melaksanakan ibadah haji dengan mengumandangkan takbir dan talbiyah silih berganti. Dan pada hari ini pula, kita mengenang peristiwa sejarah yang agung melibatkan dua tokoh besar, dua orang rasul Allah yang tetap akan dikenang sepanjang zaman.
Setiap kali kita merayakan Id Adha, pasti kita akan kembali mengenang sejarah peristiwa berqurban yang telah dilakoni oleh dua hamba Allah yang ikhlas melaksanakan perintah Tuhan seperti yang terlukis dan terpahat dalam satu rangkuman ayat yang amat sangat indah bahasanya di dalam al-Qur’an. Dimana dilukiskan dalam suatu dialog interaktif antara Nabi Ibrahim a.s. dengan anaknya Nabi Ismail a.s, ditugaskan untuk mengurbankan putra kesayangannya.
Ketika Nabi Ismail a.s, menginjak usia remaja (kallolo campedda), sang ayah, yaitu Nabi Ibrahim a.s, mendapat perintah langsung dari Allah lewat mimpi yang benar bahwa ia harus mengurbankan Ismail putra kesayangannya. Nabi Ibrahim a.s, duduk sejurus termenung memikirkan ujian yang maha berat yang ia hadapi.
Dapat kita bayangkan sendiri, bagaimana kegembiraan hati sang ayah yang telah lama mendambakan generasi pengganti dirinya dari sekian tahun lamanya, dan bagaimana tingkat kecintaannya terhadap putra tunggal, anak kandung sibiran tulang, cahaya mata, pelepas rindu, tiba-tiba harus dijadikan qurban, merenggut nyawa anaknya oleh tangan ayahnya sendiri.
Tentu, suatu konflik batin yang bergejolak yang tejadi pada diri Nabi Ibrahim antara kecintaan kepada anak dan ketaatan memenuhi perintah ilahi. Namun, cintanya kepada Allah jauh lebih besar dan lebih di atas daripada cintanaya kepada anak, isteri, harta benda dan materi kedunian lainnya.
Oleh karena itu, Nabi Ibrahim a.s, jauh lebih memilih perintah Allah yang diwahyukan lewat mimpi yang benar, tanpa memperhitungkan serta memperdulikan kosekuensi bakal apa yang akan terjadi sebagai akibat dari pelaksanaan perintah itu.Untuk melaksanakan perintah itu, Nabi Ibrahim a.s, mengajuk hati putranya dengan mengadakan dialog sebagai bentuk komunikasi efektif antara sang ayah dengan anak dalam rangka mendidik serta membina hubungan yang baik yang ditata oleh suatu ikatan batin kasih sayang, ketaatan dan kepatuhan.
Dalam dialognya seperti yang dilukiskan dalam bahasa yang sangat indah dan menyejukkan di dalam al-Qur’an:
يآبنيّ إنّى أرى فى المنام أنى أذبحك فانظر ماذا ترى
“Wahai anak kandungku, sibiran tulang cahaya mata dan buah hatiku!, sesungguhnya ayah melihat dalam mimpi bahwa saya akan menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa yang akan menjadi keputusanmu”.
Ismail sebagai anak yang soleh, patuh dan taat kepada orang tua yang melahirkan dan membesarkannya, sepontanitas menjawab:
يأبت افعل ما تؤمر ستجدنى إن شآء الله من الصّابرين
“Wahai ayahku yang tercinta, laksanakanlah apa yang telah Allah perintahkan kepadamu. Insya Allah, ayahanda akan menyaksikan sendiri bahwa ananda sabar serta tabah menghadapi ujian itu”.
Dalam suasana peristiwa yang sangat mengharukan itu, dan detik-detik yang amat menegangkan, sebagaimana yang kita maklumi bersama bahwa bukanlah Ismail yang tersembelih, karena dengan kekuasaan dan kasih sayang Allah, tiba-tiba Ia mengganti dengan seekor kibas besar yang dibawa oleh malaikat, seperti yang dinyatakan dalam al-Qur’an:
وفدينه بذبح عظيم
“Dan Kami tebus dia yaitu Ismail dengan suatu sembelihan yang besar”.
الله أكبر، الله أكبر، الله أكبر، الله أكبر ولله الحمد
Hadirin dan hadirat jama’ah id rahimakumullah.
Demikianlah prolog sejarah berqurban, maka sebagai epilog dari peristiwa penting itu, Allah Swt, mensyariatkan umat ini bagi orang yang mampu supaya melaksanakan qurban setahun sekali pada hari raya idul adha.
Pada dasarnya watak universal qurban itu terletak pada dimensi pembebasannya, melawan dominasi, dan ketidakadilan, sama persis dengan agenda reformasi yang kita perjuangkan sekarang ini. Ekspresi bahasa tindakan tersebut akan hilang manakala qurban dipahami tanpa refleksi perasaan dan pengalaman mental atas fenomena aktual.
Berqurban mempunyai dan memiliki makna yang bernilai mulia, bilamana makna essensi (hakikat) berqurban itu dapat kita tangkap dengan baik. Jadi, berqurban bukanlah sekedar ritual tanpa makna, atau teradisi tanpa arti. Berqurban, harus mampu menggugah perasaan pelakunya untuk menghayati apa yang tersirat di balik yang tersurat dari pelaksanaan ritual tersebut.
Menurut pandangan Ali Syariati terhadap peristiwa qurban Ismail mengandung makna yang sifatnya simbolistik. Pada dasarnya semua orang bisa saja berperan sebagai Ibrahim yang memiliki Ismail. Ismail yang kita miliki dapat berwujud sebagai anak, isteri yang cantik, harta benda yang banyak, pangkat, kedudukan yang tinggi, pendeknya segala apa yang kita cintai, yang kita dambakan, yang kita kejar-kejar dengan rela mempertaruhkan semua yang kita miliki.
Ismail-ismail yang kita miliki itu, kadang dan bahkan tidak sedikit membuat kita terlena dan lalai serta terbuai dari gemerlapan duniawi yang menyebabkan melanggar ketentuan moral, etika dan agama, sehingga sulit kembali mengingat Allah swt.Oleh karena itu, berperanlah sebagai Ibrahim untuk dapat menaklukkan Ismail-Ismail itu.
Janganlah kita dibelenggu oleh apa-apa di dunia ini. Janganlah kita dipalingkan dari Tuhan oleh hal-hal yang pada hakikatnya bersifat semu dan tidak abadi. Kita boleh memiliki apa saja di dunia ini, asalkan halal.
Boleh saja kita memiliki uang bermilyar-milyar banyaknya asal tidak menipu dan menyengsarakan orang lain. Bahkan lebih dari itu kita boleh menguasai dunia ini asal tahu batas kemampuan kita. Akan tetapi jangan sekali-kali dunia yang kita cintai ini menjadikan dan membiarkan kita terbuai dan terlena sehingga lupa hakikat diri kita sebagai makhluk yang beriman kepada Allah swt. dan sebagai manusia yang beraqidah.
Apa yang digelar Nabi Ibrahim as. di dalam panggung sejarah peradaban manusia adalah mengurbankan anaknya secara manusiawi yang menurut naluri dan pikiran orang biasa bahwa tugas itu adalah sesuatu yang amat sulit diterima; akan tetapi buat keluarga Nabi Ibrahim as. hal itu adalah suatu kebahagiaan dan kemuliaan.
Keluarga Nabi Ibrahim as.justru menyambut tugas itu dengan suka cita lantaran berkesempatan mengorbankan sesuatu yang paling berharga bagi dirinya untuk Allah swt., sebagaimana firman Allah dl QS. Ali Imran (3): 92
لن تنالوا البرّ حتّى تنفقوا مما تحبون
“Dan tidak dianggap membuat kebajikan seseorang di antara kalian sampai kamu menginfaqkan apa yang kalian cintai.”
Rasa suka cita yang dialami oleh keluarga Nabi Ibrahim as. untuk berkorban dilandasi atas pemahaman yang benar tentang nilai-nilai kehidupan. Mereka menyadari sepenuhnya bahwa segala sesuatu yang ada di dunia ini: anak, isteri, harta, pangkat dan jabatan semuanya datang dari Allah dan pasti akan kembali kepada Allah. Oleh sebab itu, bagaimana pun modelnya perintah Allah harus dilaksanakan sebaik-baiknya tanpa melihat untung dan rugi, enak tidak enak, mudah dan sulit, maupun berat dan ringannya.
Sikap yang seperti inilah yang menunjukkan jati diri Nabi Ibrahim as. sehingga dianugerahi oleh Allah sebagai imam, pemimpin, teladan dan idola. Kehormatan tersebut tidak mungkin diraih tanpa Nabi Ibrahim as. didampingi oleh isteri yang salihah dan anak yang saleh, seperti dilukiskan dalam QS. Al-Baqarah (2): 124
وإذ بتلى أبراهيم ربّه بكلمت فاتمّهنّ ، قال إنّى جاعلك للنّأس إماما، قال ومن ذرّيتى، قال لاينال عهدى الظّلمين
“Perhatikanlah ketika Allah menguji Ibrahim, dengan berbagai kalimat perintah dan harapan, maka semuanya dapat diselesaikan dengan sempurna. Maka Allah berfirman: Sesunggunya Aku akan menjadikanmu imam bagi seluruh manusia, Ibrahim berkata: dan saya mohon juga buat keturunanku. Allah berfirman: Janjiku ini tidak mengenai orang-orang yang zalim”
الله أكبر، الله أكبر، الله أكبر، الله أكبر ولله الحمد
Pada zaman modern yang sofisticated dan canggih ini, atau zaman yang akhir-akhir ini oleh masyarakat Indonesia dinamakan lagi sebagai zaman reformasi, tampak jelas dan tidak terbantahkan bahwa logika lingkungan cinta duniawi telah merebak dan mewabah mencemari perilaku hidup dan kehidupan manusia, di mana manusia dipandang sebagai obyek, bukan sebagai subyek.
Kadar dan nilai manusia ditentukan seberapa jauh nilai materi yang dimilikinya. Tinggi rendahnya nilai kehormatan manusia tergantung dari lebel-lebel keduniaan yang melekat pada diri manusia itu sendiri. Maka wajarlah jika manusia zaman sekarang ini merasa asing bahkan bingung hidup di atas bumi yang melahirkannya.
Masyarakat modern dewasa ini menurut Rosspoole, seorang cendekiawan Barat asal Inggris, adalah masyarakat yang sakit, karena di satu pihak ia membutuhkan moralitas spritual (moral agama), tapi di pihak lain ia membuat moralitas itu mustahil, tidak ada. Maka yang terjadi adalah dunia modern memunculkan pemahaman-pemahaman tertentu tentang moralitas tanpa kendali agama. Bahkan justru kehilangan moral dan inilah yang menjadi akar dari segala permasalahan mengapa krisis multi dimensional di negara republik yang tercinta ini terjadi.
Oleh karena itu, penyembelihan qurban hari ini setelah menunaikan Solat ‘Id, sepantasnya membuat kesadaran baru ke dalam diri individu setiap manusia. Kesadaran baru itu ialah memahami akan hakikat keberadaan manusia dalam kosmos alam Allah, pada tata atur yang sedemikian sempurna yang hukum-hukum adilnya menjelmakan sangsi-sangsi setimbang dalam kekuasaan arasy yang tak tersepuh kepalsuan.
Manusia yang berkesadaran baru ialah hamba Allah yang berintrospektif, yang kerap bertanya soal hakikat keberadaan dirinya yang membangun diri dan lingkungannya kepada lima kualitas: kualitas iman yang tinggi, kualitas taqwa yang kokoh, kualitas intelektual yang hebat, kualitas karsa yang nyata, dan kualitas karya yang maju.
Namun sayangnya, pada kenyataannya makna dari kerelaan berqurban masih kurang mendapat perhatian dan penghayatan yang memadai, karena masih banyak di antara yang berperan di bundaran dunia fana’ ini, cuma menanti pengorbanan orang lain, bahkan andai kebetulan ia menjadi orang atasan, berpangkat dan berkedudukan, maka diperasnya bawahannya agar sudi berkorban baginya demi kenikmatan egonya, demi prestise kejayaannya dan lain-lain.
Dan sebaliknya, andai manusia semacam itu menjadi bawahan, maka dibekamnya fitrah citra luhurnya demi kondite sementara yang disangkanya akan membahagiakan hidup di dunia dan di akhirat.Memang dalam kehidupan ini manusia dicoba dengan bermacam-macam ujian Ismail-Ismail yang sewaktu-waktu meminta pengorbanan.
Ada kalanya pengorbanan tenaga, harta, pengorbanan perasaan, dan kesenangan bahkan suatu ketika meningkat pada pengorbanan jiwa. Berkorban jauh lebih baik dan mulia dari pada menjadi korban.
الله أكبر، الله أكبر، الله أكبر، الله أكبر ولله الحمد
Penyembelihan qurban merupakan suatu tindakan penundukan dan penguasaan kecenderungan-kecenderungan hewani dalam diri manusia itu sendiri yang dalam bahasa agama disebut al-nfasu al-ammârah dan al-nafsual-lawwamah, yakni keinginan-keinginan rendah yang selalu mendorong atau menarik manusia ke arah kekejian dan kejahatan.
Qurban disyariatkan guna mengingatkan manusia bahwa jalan menuju kebahagiaan membutuhkan pengobanan. Akan tetapi yang dikorbankan bukan manusia, bukan pula kemanusiaan. Namun yang dikorbankan adalah binatang, yang sempurna lagi tidak cacat, sebagai indikasi agar sifat-sifat kebinatangan yang sering bercokol pada diri kita harus dienyahkan serta dibuang jauh-jauh.
Misalnya: sifat mau menang sendiri walau dengan menginjak-injak hak orang lain, sikap tamak dan rakus walau kenyang dari kelaparan orang lain, bahagia dan senang walau menari-menari di atas penderitaan orang lain, mabuk kuasa dengan ambisi yang tidak terkendali, sombong, serta angkuh, iri hati dan dengki, tidak rela disaingi, tidak mau dikritik, tidak mampu mendengar nasihat dan lain sebagainya.Hikmat inilah yang diajarkan dalam berqurban, seperti dalam firman Allah swt. QS. Al-Hajj (22): 37
لا ينال الله لحومها ولا دماؤها ولكن يناله التقوى منكم، كذلك سخّرها لكم لتكبّر الله على ما هدكم وبشر الـمحسنين
“Daging-daging dan darah binatang qurban itu tidak akan sampai kepada Allah, tetapi apa yang akan sampai kepadaNya hanyalah ketaqwaan. Demikianlah dia memperuntukkan binatang ternak itu bagiMu semoga kamu mengagungkan Allah. Allah berkenan dengan petunjukNya kepadamu, lalu berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang membuat kebajikan.”
Hadirin dan hadirat yang berbahagia,
Di samping itu, lewat ajaran perintah berqurban, islam mengajarkan, mendidik, serta menyadarkan umat ini bagaimana membangkitkan kepekaan dan kepedulian sosial kita kepada sesama saudara kita yang lain, yaitu membantu terbinanya pengentalan persaudaraan yang hakiki, cinta kasih dan tanggung jawab antara sesama ummat, serta terwujudnya pemerataan pendistribusian protein hewani untuk meningkatkan gizi masyarakat dalam rangka menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas, sehingga dapat meningkatkan pengabdian-nya kepada Allah dan sesamanya.
الله أكبر، الله أكبر، الله أكبر، الله أكبر ولله الحمد
Sebagai penutup dari uraian khutbah ini, dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Manusia tidak dibenarkan menqorbankan manusia lainnya untuk sesuatu kepentingan, sekalipun adalah kepentingan Tuhan.
2. Seseorang dituntut berkorban, baik harta, jabatan dan kedudukan, bahkan jiwa sekalipun, tetapi jangan sekali-kali membawa efek yang merugikan orang lain. Prinsipnya, lebih baik berkorban dari pada mengorbankan atau jadi korban orang lain.
3. Nilai pengorbanan tidak dilihat dari kuantitas, tetapi dari niat dan kualitas ketulusan dan keikhlasan.
4. Makna lain dari berqurban adalah upaya mereformasi diri sendiri dengan jalan menyembelih serta membunuh watak dan tabiat hewaniyah yang kita miliki, seperti: mau menang sendiri, tamak dan rakus serta bakhil, gila kekuasaan, ambisi yang tidak terekendali, sombong dan arogansi, iri hati dan dengki, tidak mau mendengar kritikan dan nasehat, dan lain-lain sebagainya dari segala sifat yang tidak terpuji.
5. Ibadah qurban mengandung aspek ilahiah, di samping aspek insaniah. Dalam aspek insaniah (sosial) adalah menumbuhkan kekentalan persaudaraan (silaturrahim) dan meningkatkan protein dalam rangka mendorong semangat pengabdian kepada Allah dan sesama manusia lainnya.
الله أكبر، الله أكبر، الله أكبر، الله أكبر ولله الحمد
Hadirin hadirat rahimakumullah,
Mengakhiri khotbah kita pada kesempatan ini, marilah kita bersama-sama memusatkan ingatan kita kepada Allah seraya mengangkat tangan dan memohon do’a ke hadirat-Nya.
Ya Allah, ya Tuhan kami, pada hari ini kami berkumpul merayakan hari yang Engkau agungkan, hari yang sangat bersejarah dalam kehidupan umat manusia, khususnya manusia yang mengakui keberadaan dan kemahabesaran-Mu.
Oleh karena itu ya Allah, kami bermohon kepadamu, kiranya senantiasa berkenan melimpahkan rahmat dan kasih sayang kepada kami sehingga kami mampu menjalankan semua yang engkau perintahkan dan meninggalkan semua larangan-Mu.
Ya Allah, ya Tuhan kami, Tuhan yang senantiasa mendengarkan semua pengaduan hambanya, anugrahilah kami rezeki yang mulia serta hati yang ikhlas untuk senantiasa rela berkorban demi memenuhi panggilan-Mu.
Ya Allah, anugrahkan pula kepada kami hati yang pandai bersyukur, sehingga kami dapat mensyukuri segala nikmat yang telah Engkau berikan kepada kami. Kami bermohon pula, kiranya Engkau memberikan kesabaran dan ketabahan dalam menghadapi cobaan-cobaan dunia seperti berbagai krisis yang sedang dihadapi oleh bangsa Indonesia sekarang ini, dan hanya bantuan-Mulah yang senantiasa kami harapkan untuk mengatasinya.Ya Allah ya Tuhan kami, limpahkanlah rezeki yang Engkau berkati dan jadikanlah rezeki itu sebagai alat untuk memperkokoh silaturahmi di antara kami, dan bukan menjadi bala’ atau ssumber bencana atas kami.
Ya Allah, ya gaffâr ya Rahman, ya Rahim, ampunilah dosa dan kesalahan kami, ampunilah segala dosa dan kesalahan ayah dan ibu kami, sayangilah mereka sebagaimana mereka menyayangai dan mendidik kami sewaktu kecil.
Ya Allah, ya Mujibassailin, perkenankanlah semua permintaan kami.
ربّنا تقبّل منّا إنّك أنت السّميع العليم وتب علينا إنّك أنت توّاب الرّحيم، ربّنا آتنا فى الدّنيا حسنة وفى الآخرة حسنة وقينا عذاب النّار.
سبحان ربك رب العزة عما يصفون وسلام علي المرسلين والحمد لله رب العلمين
Sumber : https://rumaysho.com/ dan tongkronganislami.net
0 Response to "Kumpulan Naskah Khutbah Idul Adha Tema Qurban"
Post a Comment